Buddha-Bar
Aku tidak dengar lagi diskusi tentang Buddha-bar di milis ini. Hari ini aku baca Kompas halaman 27 sudah ada titik terang. Berkat muatan di milis Anggota DPRD dari Partai PKS , Bapak Mukhayar telah turun, dan beliau melihat ada penyalahgunaan peruntukan. Gedung cagar budaya bila beralih kepemilikannya maka sipemilik baru harus memfungsikan sesuai dengan peruntukannya semula. Logika dan aturan ini yang diterjang oleh Pemilik Bar, versi Pak Mukhayar. Kita acungan jempol kepada PKS yang concern sekaligus berkepentingan, untuk memelihara nilai nilai Buddha (Islam, Kristen) supaya tidak diselewengkan untuk kepentingan materi atau untuk kepentingan golongan sempalan, yang merusak nilai nilai yang sudah baku dan punya pakemnya dari golongan agama besar yang dapat pengakuan dari Pemerintah dan karenya nilai nilainya pun dapat perlindungan dari KUHP. (Ingat kenapa kasus Achmadiyah ditolak, salah satunya karena ini). Ingat kasus Salman Rushdi, dimenangkan, karena nilai nilai agama Islam tidak dapat perlindungan di Negara Inggeris, karena agama negara hanya Anglikan, dan bila nilai nilai Anglikan dirugikan atau hendak diselewengkan, maka baru dapat perlindungan.Logika ini yang sering pula dilanggar oleh developer yang sangat merugikan rakyat rakyat kecil. Developer beli jalan, kemudian merubah peruntukan jalan jadi bangunan atau saluran sehingga membuat warga terisolir dan terpaksa menjual tanahnya dengan harga murah. Hukum sudah jelas, fungsi jalan untuk kepentingan umum, bila beralih kepemilikannya, fungsinya tetap jalan. Hal ini dikenal dengan hak servitut (erfdienstbaarheid) yang merupakan bagian dari Hukum Bertetangga yang diatur dalam KUH Perdata. Jadi hak atas jalan atau hak warga atas fungsi sosial gedung cagar budaya, menurut hukum adalah bagian dari hak milik immaterial atau hak milik diatas milik orang lain.Dengan demikian Kalangan Pemuda dan Mahasiswa Buddha yang telah melakukan aksi dengan berita hari ini sudah agak tenang dan bisa berkonsentrasi lagi untuk mengasah diri untuk menjadi pemimpin pemimpin dimasa depan.Pertanyaan yang menggelitik saya, kalau dulu gedung itu gedung pemerintah (Dirjen Imigrasi), atas dasar apa Imigrasi memiliki, atas dasar VB (Kepenghunian) atau atas dasar sertipikat tanah. Kalau atas dasar kepenghunian artinya Gedung itu sudah dikuasai langsung oleh Pemda, kok harus dijual atau dibeli lagi?Semoga kasus yang terjadi pada Umat Buddha ini tidak terjadi lagi pada Umat lain.Salam pengabdianRizal Sofyan GueciLSM YUPI, Kota Tangerang Selatan
Komentar